PERILAKU
ANTAR KELOMPOK DAN MANAJEMEN KONFLIK
1. Dampak Konflik Terhadap Manajemen
a) Dampak Positif Konflik
Menurut
Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara
efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang
dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai
akibat seperti:
·
Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan
dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang
absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada
waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
·
Meningkatnya hubungan kerjasama yang
produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan analisis pekerjaan masing-masing.
·
Meningkatnya motivasi kerja untuk
melakukan kompetisi secara sehat antara pribadi maupun kelompok dalam
organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung
jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
·
Semakin berkurangnya tekanan-tekanan,
intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin
meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam
keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya
secara optimal.
·
Banyaknya karyawan yang dapat
mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan
(training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, efektif dan
psikomotrik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan
produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
b) Dampak Negatif Konflik
Dampak
negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang
efektif dalam pengelolaan yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik
tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan
sebagai berikut:
·
Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan
seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti
misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan
modar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat,
pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tidak
jelas.
·
Banyak karyawan yang mengeluh karena
sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi
tugas dan tanggung jawab. Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang
bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi
pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
·
Banyak karyawan yang sakit-sakitan,
sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang
aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil
pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit
tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
·
Seringnya karyawan melakukan mekanisme
pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan
sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau
peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat
intrik-intrik yang merugikan orang lain.
·
Meningkatkan kecenderungan karyawan yang
keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa
menghemat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena
produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk
kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost
benefit.
2. Sumber Terjadinya Konflik Terhadap
Kelompok
Setiap
kelompok paling tidak mempunyai sedikit konflik dengan kelompok lain yang
berhubungan. Dalam bagian ini, kita menyelidiki empat faktor yang menyebabkan
konflik kelompok:
·
Saling
Ketergantungan Kerja
Saling
ketergantungan kerja terjadi bila dua atau lebih kelompok organisasi tergantung
satu dengan lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Potensi konflik pada
keadaan ini sangat tinggi.
·
Saling
Ketergantungan yang Dikelompokkan
Saling
ketergantungan yang dikelompokkan tidak
memerlukan adanya interaksi di antara kelompok sebab setiap kelompok, bertindak
secara terpisah. Bagaimanapun, kinerja yang dihimpun dari semua kelompok
menunjukkan seberapa berhasil organisasi itu. Sebagai contoh, staf sebuah
kantor penjualan IBM di suatu daerah bisa saja tidak berhubungan dengan rekan
sekerja dari daerah lain; hal yang hampir sama, dua cabang bank mungkin sedikit
berhubungan atau tidak sama sekali. Pada kedua kasus tadi, bagaimanapun, kelompok-kelompok
saling tergantung sebab kinerja masing-masing harus memadai jika keseluruhan
organisasi berkembang pesat. Potensi konflik pada bentuk saling ketergantungan
yang dikelompokkan relatif rendah, dan manajemen dapat mengandalkan pada
peraturan dan prosedur standar yang dikembangkan di kantor pusat untuk
koordinasi.
·
Saling
Ketergantungan yang Berurutan
Saling
ketergantungan yang berurutan memerlukan
satu kelompok untuk menyelesaikan tugasnya sebelum kelompok lainnya dapat
menyelesaikan tugasnya. Tugas-tugas ditampilkan dalam bentuk yang berurutan.
Pada sebuah pabrik, misalnya, produk harus dirakit lebih dahulu sebelum di cat.
Lalu, departemen perakitan harus menyelesaikan tugasnya sebelum bagian
pengecatan dapat mulai mengecat.
Dalam
keadaan seperti itu, dimana hasil suatu kelompok dijadikan bahan masukan
kelompok lain, konflik di antara kelompok sering dapat terjadi. Mengkoordinasi
saling ketergantungan yang berurutan melibatkan perencanaan yang efektif dari
manajemen.
·
Saling
Ketergantungan Timbal balik
Saling
ketergantungan timbal balik memerlukan
hasil dari tiap kelompok untuk dijadikan masukan bagi kelompok lain dalam
organisasi. Memperhatikan hubungan di antara staf anestesi, staf perawatan,
teknisi, dan ahli bedah dalam ruang operasi yang luas; hubungan seperti itu
menciptakan saling ketergantungan timbal balik tingkat tinggi. Saling
ketergantungan yang sama terdapat diantara kelompok yang terlibat dalam
penerbangan. Contoh lain adalah saling ketergantungan diantara menara pengawas bandara, awak
pesawat, operasi darat, dan petugas pemeliharaan. Secara jelas, potensi
terjadinya konflik besar dalam situasi semacam ini. Koordinasi efektif yang
melibatkan keahlian manajemen digunakan dalam proses komunikasi organisasi dan
pengambilan keputusan.
Semua
organisasi mempunyai saling ketergantungan yang dikelompokkan diantara
kelompok. Organisasi biasanya juga mempunyai saling ketergantungan yang
berurutan. Yang paling rumit bila organisasi mengalami saling ketergantungan
yang dikelompokkan, berurutan, dan timbal balik di antara kelompok. Semakin
kompleks suatu organisasi, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik dan
semakin sukar tugas yang dihadapi manajemen.
3. Pengelompokkan Konflik Antar
Kelompok
a) Mengelola Konflik Antara Kelompok Melalui Resolusi
Para
manajer menghabiskan lebih dari 20% waktunya dalam manajemen konflik. Karena
para manajer harus hidup dengan konflik antar kelompok, mereka perlu menghadapi
masalah dalam menangani konflik itu. Kegagalan dalam melakukannya dapat
mengarah kepada akibat yang mencelakakan. Konflik dapat menghancurkan sebuah
organisasi dengan menciptakan dinding pemisah di antara rekan sekerja,
menghasilkan kinerja yang buruk, dan bahkan mengundurkan diri.
Para
manajer harus menyadari bahwa karena sebab-sebab konflik berlainan, alat untuk
menyelasaikan konflik juga akan berlainan, tergantung pada keadaan. Memilih
sebuah resolusi konflik yang cocok tergantung pada beberapa faktor termasuk
alasan mengapa konflik terjadi dan berhubungan khusus di antara manajer dan
kelompok yang berkonflik. Bagian ini menyajikan teknik untuk menyelesaikan
konflik antar kelompok yang telah mencapai tingkat yang tidak berguna bagi
organisasi.
·
Pemecahan
Masalah
Metode
konfrontasi pemecahan masalah dicari untuk mengurangi ketegangan melalui
pertemuan tatap muka kelompok yang berkonflik. Tujuan pertemuan adalah untuk
mengenal konflik dan menyelesaikanya. Kelompok-kelompok yang berkonflik
berdebat secara terbuka mengenai berbagai topik dan membahas semua informasi
yang relevan sampai keputusan tercapai. Untuk konflik yang semula dari kesalahpahaman
atau rintangan bahasa, metode konfrontasi telah terbukti efektif. Untuk
memecahkan masalah yang lebih kompleks (misalnya, konflik dimana kelompok
mempunyai sistem nilai yang berbeda), metode ini kurang berhasil.
·
Tujuan
Superordinat
Dalam
resolusi konflik di antara kelompok, teknik tujuan superordinat melibatkan pengembangan sebuah himpunan tujuan
dan sasaran yang tidak dapat diperoleh tanpa kerjasama dari kelompok yang
terlibat. Kenyataannya, tujuan tidak dapat dicapai hanya oleh satu kelompok dan
menghilangkan semua tujuan yang lain dari suatu kelompok yang terlibat dalam
konflik. Sebagai contoh, dalam tahun-tahun dalam belakangan ini beberapa
serikat pekerja pada industri mobil dan pesawat terbang telah setuju untuk
menahan kenaikan upah dan dalam beberapa kasus menerima penurunan upah, sebab
kelangsungan hidup industri atau firma mereka terancam. Ketika krisis telah
berakhir, permintaan untuk upah yang lebih tinggi terjadi lagi.
·
Perluasan
Sumber Daya
Seperti
telah diketahui sebelumnya, sebab utama konflik antar kelompok adalah
terbatasnya sumber daya. Apapun keberhasilan suatu kelompok dalam pencapaiannya
diperoleh atas tanggungan kelompok lain. Kelangkaan sumber daya mungkin berupa
sebuah kedudukan khusus (misalnya, posisi presiden dalam perusahaan), uang,
atau ruang. Perluasan sumber daya mungkin merupakan salah satu cara untuk
memecahkan suatu masalah. Misalnya, ketika satu perusahaan penerbitan besar
memutuskan untuk memperluas perusahaan dengan mendirikan anak perusahaan,
banyak pengamat percaya bahwa alasan pertama perluasan adalah untuk
memungkinkan perusahaan masuk dalam segmen pasar yang lain. Disamping benar
secara parsial, alasan yang lebih kuat adalah memberi kesempatan perusahaan
untuk menahan keluarnya personil yang bernilai. Dengan mendirikan anak
perusahaan, perusahaan dapat menambah posisi eksekutif sebab perusahaan anak
memerlukan presiden, bermacam wakil presiden, dan eksekutif lainnya. Menambah
sumber daya adalah teknik yang berhasil secara potensial untuk memecahkan
masalah dalam banyak kasus, sebab teknik ini hampir dapat memuaskan semua
orang. Tetapi dalam kenyataannya, sumber daya biasanya tidak diperluas.
·
Penghindaran
Kadang-kadang,
para manajer dapat menemukan beberapa cara untuk menghindari konflik. Ketika
penghindaran
mungkin tidak membawa manfaat dalam jangka panjang, ini bisa dipastikan bekerja
sebagai pemecahan jangka pendek. Bagaimanapun, menghindari konflik dapat ditafsirkan sebagai
persetujuan dengan tindakan kelompok atau kurangnya keteguhan pada sisi
manajer. Menghindari konflik bukan merupakan penyelesaian ysng efektif dan juga
tidak menghilangkannya. Bahkan konflik harus dihadapi. Tetapi dalam beberapa
keadaan, penghindaran mungkin merupakan alternatif sementara yang paling baik.
·
Pelunakan
Suatu
teknik yang dikenal sebagai pelunakan menekankan kepentingan umum dari kelompok
yang berkonflik dan melunakan perbedaan-perbedaannya. Kepercayaan dasar adalah
menekankan bahwa berbagai pandangan pada hal tertentu memudahkan pergerakan
menuju tujuan bersama. Manajer harus menjelaskan kepada kelompok yang
berkonflik bahwa kerja organisasi akan berada dalam bahaya jika kelompok tidak
saling bekerjasama. Sepanjang kedua kelompok melihat manajer tidak memihak,
mereka mempunyai kesempatan dan setuju, paling tidak, untuk membatasi
perusahaan. Tetapi jika perbedaan di antara kelmpok serius, pelunakan seperti
penghindaran-adalah penyelesaian jangka pendek terbaik.
·
Kompromi
Kompromi
adalah cara tradisional untuk menyelesaikan konflik antar kelompok. Dalam
kompromi, tidak ada pihak tertentu sebagai pemenang atau pecundang, dan
keputusan dicapai mungkin tidak ideal untuk kedua kelmpok. Kompromi dapat
digunakan secara efektif ketika bentuk tujuan (misalnya, uang) dapat dibagi
secara adil. Jika ini tidak mungkin, salah satu kelompok harus merelakan
sesuatu yang berharga sebagai konsesi.
Para
manajer yang membenarkan kompromi sebagai taktik penyelesaian konflik
mengirimkan rasa simpatiknya kepada permintaan kedua kelompok. Jika digunakan
secara efektif manajer dapat secara serentak mengambil pendekatan yang agresif
ke arah penyelesaian konflik sambil memperlihatkan perhatiannya kepada mereka
yang terlibat.
Kompromi
mungkin juga melibatkan campur tangan pihak ketiga, baik dalam perundingan dan
pengambilan suara kelompok maupun wakil manajemen.
·
Perintah
Kekuasaan
Penggunan
kekuasaan mungkin yang tertua, paling banyak digunakan untuk menyelesaikan
konflik antar kelompok. Menggunakan cara ini, manajemen dengan mudah
menyelesaiakan masalah yang dilihatnya pantas dan mengkomunikasikan
keinginan-keinginannya kepada kelompok-kelompok yang terlibat. Bawahan biasanya
terpegang pada keputusan atasan, apakah dia setuju atau tidak. Jadi, perintah
kekuasaan biasanya bekerja dalam jangka pendek. Sama dengan penghindara,
pelunakan, dan kompromi, bagaimanapun, ini tidak memfokuskan pada sebab-sebab
konflik tetapi agak berfokus pada hasilnya. Jika sebab-sebab masih ada, konflik
kemungkinan akan berulang.
·
Penggantian
Variabel Manusia
Penggantian
variabel manusia melibatkan usaha untuk mengubah perilaku anggota kelompok.
Cara ini berfokus pada satu atau banyak sebab konflik dan pada sikap dari
orang-orang yang terlibat. Ketika cara ini terlihat sulit, dia bekerja pada
sebab utama konflik. Penggantian variabel manusia dapat mempunyai hasil jangka
panjang yang lebih nyata.
·
Penggantian
Variabel Struktural
Penggantian
variabel struktural melibatkan perubahan struktur organisasi yang resmi.
Struktur mengacu pada hubungan yang tetap di antara pekerjaan dalam organisasi
dan termasuk merancang pekerjaan dan departemen-departemen. Penggantian
struktur organisasi untuk menyelesaikan konflik antar kelompok melibatkan
beberapa hal seperti pemindahan, pertukaran, atau perputaran anggota kelompok
atau mempunyai koordinator, penghubung, atau pergi di antara orang-orang yang
tetap menjaga komunikasi satu dengan lainnya dalam kelompok.
·
Mengenali
Musuh Bersama
Dalam
beberapa hal, mengenali musuh bersama merupakan sisi negatif dari tujuan
superordinat. Kelompok-kelompok yang berkonflik kadang-kadang dapat
menyelesaikan perbedaan-perbedaan dan bersatu memerangi musuh bersama. Musuh
bersamanya mungkin pesaing yang baru saja memperkenalkan produk yang lebih
bagus. Kelompok yang berkelompok pada sebuah bank tiba-tiba bekerja dengan sangat
serasi ketika pemeriksa dari bank pemerintah melakukan kunjungan. Gejala musuh
bersama sangat nyata dalam konflik intern. Banyak petugas kepolisian lebih suka
untuk tidak terlibat dalam konflik intern yang memanas sebab, sejauh ini dalam
banyak kasus, pihak yang berselisih menutupi korps dan menyalahkan petugas
kepolisian.
Cara
yang paling umum digunakan dalam mengelola konflik antar kelompok masing-masing
mempunyai kekuatan dan kelemahan dan dapat efektif atau tidak dalam keadaan
berbeda. Apa yang akan dibahas dalam Bab ini mengenai konflik antar kelompok
diringkas pada Gambar 10.2. gambar menunjukkan hubungan antar sebab dan jenis,
akibat konflik antar kelompok dan teknik untuk memecahkannya.
Apapun
teknik yang digunakan untuk berhubungan dengan konflik antar kelompok (dan
tidak diragukan ada teknik lain yang tidak dibahas disini), para manajer harus
belajar bagaimana mengenali keberadaan dan sebab-sebab konflik antar kelompok. Mereka
juga harus mengembangkan keterampilan agar efektif bila berhubungan dengan hal
tersebut. Gambar 10.2 memuat daftar atribut penting dari sebuah proses
penyelesaian konflik yang efektif dimana para manajer dapat mengukur
keberhasilan usaha mereka.
Pada seluruh Bab ini,
kita menekankan bahwa beberapa
konflik menguntungkan. Pendapat tentang ini dibuat lagi dalam Gambar 10.2, yang
termasuk akibat fungsional dari konflik antar kelompok. Gambar mengindikasikan,
bahwa di luar konflik, perubahan dapat berkembang dari kesadaran akan masalah
dan dari pencarian yang kreatif akan pilihan penyelesaian. Kita telah
mempelajari situasi dimana konflik adalah tidak berguna karena terlalu tinggi
dan memerlukan penyelesaian. Tapi mungkin juga karena konflik antar kelompok
terlalu rendah dan memerlukan dorongan untuk membangkitkan tindakan.
Walaupun sedikit konflik
memberikan keuntungan dalam jangka pendek, tetapi itu dapat juga mengarah pada
situasi dimana satu kelompok memegang pengaruh yang besar terhadap yang lain.
|
|
[Gambar 10.2] Sebuah
Tinjauan Mengenai Konflik Antar Kelompok
|
|
|
· Komunikasi
Dengan penggunaan
secara cerdas dari saluran komunikasi organisasi, seorang manajer dapat
mendorong konflik yang berguna. Informasi dapat ditempatkan secara hati-hati ke
dalam saluran resmi untuk menciptakan ambiguitas (hal yang mendua), evaluasi
kembali, atau konfrontasi. Informasi yang mengancam (misalnya, pemotongan
anggaran yang diajukan) dapat menciptakan konflik yang berguna dalam departemen
dan meningkatkan kinerja. Penyebaran (planted) gosip yang hati-hati juga dapat
menghasilkan tujuan yang bermanfaat. Contoh, administrator rumah sakit mungkin
memulai gosip tentang usulan reorganisasi rumah sakit. Tujuannya ada dua: (1)
untuk mendorong ide-ide baru mengenai bagaimana untuk menyelesaiakan tugas
rumah sakit secara lebih efektif dan (2) mengurangi apatisme antar staf.
· Mendatangkan Orang Luar ke Dalam
Kelompok
Teknik yang telah
banyak digunakan untuk membuat organisasi yang macet atau sub-unit dari
organisasi “kembali hidup” adalah dengan memperkerjakan atau memindahkan
individu yang berperilaku, bernilai dan berlatar belakang berbeda daripada
anggota-anggota kelompok yang ada sekarang.
Banyak fakultas
perguruan tinggi secara sadar berusaha mencari anggota baru dari latar belakang
yang berbeda, sering tidak mendorong untuk mempekerjakan lulusan dari
programnya sendiri. Ini untuk menjamin adanya keanekaragaman pandangan didalam
fakultas. Teknik ini untuk memasukkan orang luar juga telah banyak digunakan
dalam pemerintahan dan bisnis. Belakangan ini, presiden bank memutuskan untuk
tidak mengangkat orang dalam untuk posisi wakil presiden pemasaran yang baru.
Malahan, ia mempekerjakan eksekutif yang sangat sukses dalam bidang produk
konsumsi yang sangat kompetitif. Presiden bank merasa bahwa walaupun orang luar
tahu sedikit tentang pelayanan keuangan pemasaran, pendekatan dan
pengetahuannya tentang pemasaran adalah yang dibutuhkan untuk menjadi pesaing
yang kuat.
· Mengubah Struktur Organisasi
Mengubah struktur
organisasi tidak hanya membantu menyelesaikan konflik antar kelompok; tapi juga
menciptakan konflik. Sebagai contoh,
misalkan suatu sekolah bisnis mempunyai satu departemen yang besar. Departemen
Administrasi Bisnis meliputi semua anggota fakultas yang mengajarkan kursusu
dalam bidang manajemen, pemasaran, keuangan, dan manajemen produksi. Oleh karena
itu, departemen terlalu besar, dengan 32 anggota di bawah satu orang ketua
departemen yang melaporkan kepada Dekan. Dekan baru belakangan ini telah
dipekerjakan, dan pertimbangan untuk memecah unit administrasi bisnis ke dalam
beberapa bagian yang terpisah (misalnya, pemasaran, keuangan, manajemen),
masing-masing dengan lima atau enam anggota dan seorang ketua. Alasannya adalah
bahwa reorganisasi dalam hal ini akan menimbulkan persaingan di antara kelompok
atau sumber daya, siswa, fakultas, dan selanjutnya, dimana tidak ada sebelumnya
karena hanya ada satu kelompok. Persoalannya adalah apakah restrukturisasi ini
akan meningkatkan kinerja.
·
Mendorong
Adanya Persaingan
Beberapa manajer
menggunakan bermacam cara untuk meningkatkan kompetisi antar kelompok.
Insentif, seperti hadiah dan bonus untuk kinerja yang luar biasa sering
mendorong terjadinya persaingan. Jika dimanfaatkan secara benar, insentif
semacam itu membantu untuk menjaga atmosfir persaingan yang sehat yang dapat
menghasilkan tingkat konflik yang berguna. Insentif dapat diberikan pada bagian
yang paling sedikit kerusakannya, penjualan yang tertinggi, pengajar terbaik,
atau pelanggan terbaru juga di beberapa bagian yang meningkatkan konflik yang
mungkin mengarah kepada kinerja yang lebih efektif.
Mengelola konflik
antar kelompok melalui pemberian semangat/stimulasi adalah tantangan yang sulit
untuk seorang manajer. Hal ini dapat dengan mudah berbalik dan dengan cepat
menjadi konflik yang tidak berguna.
4. Konsekuensi Konflik Disfungsional
Antar Kelompok
Konflik disfungsional adalah
setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok yang merugikan organisasi
atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi. Manajemen harus berusaha untuk
menghilangkan konflik ini.
Para pakar
perilaku telah menghabiskan waktu berpuluh-puluh tahun meneliti dan
menganalisis bagaimana konflik antar kelompok disfungsional mempengaruhi mereka
yang mengalaminya. Mereka telah menemukan bahwa kelompok-kelompok yang terdapat
dalam situasi konflik cenderung untuk bereaksi dalam cara yang mudah ditebak,
dalam perubahan yang sering terjadi dalam kelompok dan di antara kelompok
sebagai hasil dari konflik antar kelompok disfungsional.
A. Perubahan Dalam Kelompok
Beberapa
perubahan sepertinya terjadi dalam kelompok yang terlibat dalam konflik antar
kelompok. Sayangnya, perubahan ini umumnya menghasilkan konflik yang berlanjut
yang berkembang.
1) Meningkatkan Kekompakan Kelompok
Persaingan,
konflik, atau ancaman dari luar biasnya mengakibatkan anggota kelompok
mengesampingkan perbedaan-perbedaan individu dan merapatkan barisan.
Anggota-anggota menjadi lebih setia kepada kelompok, dan keanggotaan kelompok
menjadi lebih menarik.
2) Timbulnya Kepemimpinan Otokratis
Dalam
situasi konflik yang ekstrim, ketika
ancaman terlihat, cara kepemimpinan demokratis menjadi kurang populer; para
anggota menginginkan kepemimpinan yang kuat. Kemudian, para pemimpin menjadi
lebih otokratis. Pada kejadian pelarangan liga utama dari Perhimpunan pemain
Bisbol tahun 1990, ketua serikat Donald Fehr
mempunyai wewenang negosiasi yang luar biasa yang diperoleh dari pemain
untuk melakukan apa yang dia anggap terbaik bagi mereka.
3) Fokus pada aktivitas
Ketika
kelompok berada dalam konflik, para anggotanya biasanya mengutamakan untuk
melakukan apa yang dilakukan kelompoknya dan mengerjakannya dengan sangat baik.
Kelmpok menjadi semakin berorientasi tugas. Toleransi kepada anggota yang bodoh
menjadi rendah, kurang perhatian terhadap kepuasan anggota secara individu.
Penekanan terletak pada tercapainya tugas kelompok dan mengalahkan “sang musuh”
(kelompok lain dalam konflik).
4) Menekankan pada Loyalitas
Penyesuaian
diri pada norma-norma kelompok cenderung menjadi lebih penting dalam situasi
konflik. Tujuan kelompok didahulukan daripada kepuasan individu, sebagai
anggota yang diharapkan untuk menunjukkan loyalitas mereka. Dalam situasi konflik
yang penting, interaksi dengan “kelompok lain” mungkin dianggap melanggar
aturan.
B. Perubahan di antara Kelompok
Selama
konflik, perubahan tertentu terjadi di antara kelompok yang terlibat.
1) Destorsi persepsi
Selama
konflik, persepsi dari setiap anggota kelompok menjadi terganggu. Para anggota
kelompok mengembangkan pendapat yang lebih kuat akan pentingnya kesatuan
mereka. Setiap kelompok melihat diri mereka sebagai paling baik dalam kinerja
dan lebih penting untuk kelangsungan hidup organisasi dibanding kelompok lain.
Dalam situasi konflik, para perawat mungkin menyimpulkan diri mereka lebih
penting buat pasien daripada tenaga paramedis/dokter, sementara tenaga
paramedis beranggapan bahwa diri mereka lebih penting dibandingkan tenaga
administrasi rumah sakit. Kelompok pemasaran dalam sebuah organisasi bisnis
mungkin berfikir, “Tanpa kami yang menjual produk, tak akan ada uang untuk
membayar gaji semua orang.” Sementara kelompok produksi mengatakan, “Jika kami tidak
buat produk, tidak akan ada yang dapat dijual.” Akhirnya, tidak ada satupun
dari kelompok ini yang lebih penting, tetapi konflik dapat menyebabkan anggota
mereka mengembangkan persepsi yang salah akan realitas.
2) Stereotip yang Negatif
Sejalan
dengan meningkatnya konflik dan persepsi menjadi lebih terganggu, semua
stereotip yang negatif yang pernah ada menguat kembali. Seorang wakil manajemen
mungkin berkata, “Saya selalu mengatakan anggota serikat ini sangat serakah.
Sekarang mereka telah membuktikannya.” Kepala serikat guru lokal mungkin
berkata, “Sekarang kita tahu bahwa politisi hanya tertarik jika terpilih
kembali, tidak dalam mutu pendidikan.” Ketika stereotip yang negatif menjadi
faktor dalam sebuah konflik, anggota setiap kelompok melihat perbeaan yang
lebih sedikit dalam unit mereka daripada yang benar-benar ada dan perbedaan
yang lebih besar di antara kelompok dibanding yang benar-benar ada.
3) Penurunan Komunikasi
Komunikasi
di antara kelompok dalam konflik biasanya terputus. Ini bisa menjadi sangat
tidak berguna, khususnya jika ada saling ketergantungan yang berurutan atau
timbal balik. Proses pengambilan keputusan dapat terganggu, dan pelanggan atau
pihak lain yang dilayani oleh organisasi dapat terpengaruh. Bayangankan
kemungkinan akibatnya pada pasien, misalnya, jika sebuah konflik di antara
teknisi dan perawat rumah sakit berlangsung terus hingga hal ini menurunkan
mutu pelayanan kesehatan.
Sementara
itu bukan konsekuensi disfungsional dari konflik antar kelompok, hal yang
paling umum, tetapi juga tercata dengan baik pada literatur penelitian. Akibat
yang lain, seperti kekerasan dan agresi, tidak umum terjadi. Ketika konflik
antar kelompok berlangsung, suatu bentuk campur tangan manajerial biasanya
diperlukan. Bagian selanjutnya berhubungan dengan bagaimana manajer dapat
mengatasi siatuasi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar