Rabu, 19 Oktober 2016

BAB 8 HAK PEKERJA



HAK PEKERJA

A.     Pengertian
Pasal 99 UU No. 13 tahun 2003
1.      Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
2.      Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penghargaan dan jaminan terhadap hak pekerja merupakan salah satu penerapan dari prinsip keadilan dalam bisnis. Dalam hal ini, keadilan menuntut agar semua pekerja diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing. Baik sebagai pekerja maupun sebagai manusia, mereka tidak boleh dirugikan, dan perlu diperlakukan secara sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional.

Dalam bisnis modern yang penuh dengan persaingan ketat, para pengusaha semakin menyadari bahwa pengakuan, penghargaan, dan jaminan atas hak-hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat menentukan sehat tidaknya kinerja suatu perusahaan. Ini disebabkan karena jaminan atas hak-hak pekerja pada akhirnya berpengaruh langsung secara positif atas sikap, komitmen, loyalitas, produktivitas, dan akhirnya kinerja setiap pekerja. Suka atau tidak suka, hal ini berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Secara umum ada beberapa hak pekerja yang dianggap mendasar dan harus dijamin, kendati dalam penerapannya bisa sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan sosial-budaya dari masyarakat atau negara dimana suatu perusahaan beroperasi.
B.      Contoh Kasus
Perayaan Hari Buruh masih terus dilakukan dengan aksi menuntut penghapusan kerja kontrak dan outsourcing. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang berdemo yang di depan Istana Merdeka meminta bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menyampaikan tuntutannya. Sekitar 200 orang dari SPSI, berdemo di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa (3/5/2011). Mereka memakai seragam yang sama berwarna biru dengan lambang sebuah roda di bagian depan. Beberapa orang demonstran juga mengibarkan bendera SPSI. “Hidup kaum buruh! Hidup serikat pekerja! Buruh bersatu!” teriak para demonstran. Beberapa spanduk juga dibentangkan di depan Istana Merdeka bertuliskan “Buruh Berhak Dapat Jaminan dan Pensiun” selebar 2X3 meter dan “Hapus Kerja Kontrak dan Outsourcing”.

Dari contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa sampai detik ini buruh belum merasa sejahtera karena adanya praktek kerja kontrak dan outcourcing. Walaupun mereka sudah bergabung atau bersatu dalam serikat pekerja untuk menuntut hak mereka dari tahun ke tahun, pemerintah seperti menutup mata, hati dan telinga akan hal ini. Peristiwa demo buruh yang sering berlangsung ricuh menjadi suatu yang sudah biasa bagi pemerintah tanpa berniat untuk menghilangkan tindakan seperti ini.
Oleh karena itu, dengan permasalahan buruh yang tidak kunjung usai, kita perlu mengkaji apa yang sebenarnya menjadi permasalahan penuntutan dari buruh di negeri ini. Dengan melihat secara nyata dapat diketahui bahwa ada pembedaan buruh kontrak atau outsourcing dengan karyawan tetap yaitu dengan menggunakan seragam yang dibedakan. Jika dikaji lebih dalam, pembedaan seperti ini merupakan bentuk tindakan deskriminasi atas buruh. Tuntutan buruh untuk penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing ini tidak terlepas dari peranan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan yang dianggap telah melegalisasi praktek outsourcing di Indonesia. Hal ini akan kami jelaskan lebih lanjut di bagian pembahasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar