HAK PEKERJA
A.
Pengertian
Pasal 99 UU No. 13 tahun
2003
1. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja.
2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penghargaan dan jaminan terhadap hak pekerja merupakan salah satu
penerapan dari prinsip keadilan dalam bisnis. Dalam hal ini, keadilan menuntut
agar semua pekerja diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing. Baik sebagai
pekerja maupun sebagai manusia, mereka tidak boleh dirugikan, dan perlu
diperlakukan secara sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional.
Dalam bisnis modern yang penuh dengan persaingan ketat, para
pengusaha semakin menyadari bahwa pengakuan, penghargaan, dan jaminan atas
hak-hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat menentukan sehat tidaknya
kinerja suatu perusahaan. Ini disebabkan karena jaminan atas hak-hak pekerja
pada akhirnya berpengaruh langsung secara positif atas sikap, komitmen,
loyalitas, produktivitas, dan akhirnya kinerja setiap pekerja. Suka atau tidak
suka, hal ini berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan secara
keseluruhan.
Secara umum ada beberapa hak pekerja yang dianggap mendasar dan harus dijamin, kendati dalam penerapannya bisa sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan sosial-budaya dari masyarakat atau negara dimana suatu perusahaan beroperasi.
Secara umum ada beberapa hak pekerja yang dianggap mendasar dan harus dijamin, kendati dalam penerapannya bisa sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan sosial-budaya dari masyarakat atau negara dimana suatu perusahaan beroperasi.
B.
Contoh Kasus
Perayaan Hari Buruh
masih terus dilakukan dengan aksi menuntut penghapusan kerja kontrak dan
outsourcing. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang berdemo yang di
depan Istana Merdeka meminta bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) untuk menyampaikan tuntutannya. Sekitar 200 orang dari SPSI, berdemo di
depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa (3/5/2011). Mereka
memakai seragam yang sama berwarna biru dengan lambang sebuah roda di bagian
depan. Beberapa orang demonstran juga mengibarkan bendera SPSI. “Hidup kaum
buruh! Hidup serikat pekerja! Buruh bersatu!” teriak para demonstran. Beberapa
spanduk juga dibentangkan di depan Istana Merdeka bertuliskan “Buruh Berhak
Dapat Jaminan dan Pensiun” selebar 2X3 meter dan “Hapus Kerja Kontrak dan
Outsourcing”.
Dari contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa sampai detik ini buruh belum merasa sejahtera karena adanya praktek kerja kontrak dan outcourcing. Walaupun mereka sudah bergabung atau bersatu dalam serikat pekerja untuk menuntut hak mereka dari tahun ke tahun, pemerintah seperti menutup mata, hati dan telinga akan hal ini. Peristiwa demo buruh yang sering berlangsung ricuh menjadi suatu yang sudah biasa bagi pemerintah tanpa berniat untuk menghilangkan tindakan seperti ini.
Oleh karena itu, dengan
permasalahan buruh yang tidak kunjung usai, kita perlu mengkaji apa yang
sebenarnya menjadi permasalahan penuntutan dari buruh di negeri ini. Dengan
melihat secara nyata dapat diketahui bahwa ada pembedaan buruh kontrak atau
outsourcing dengan karyawan tetap yaitu dengan menggunakan seragam yang
dibedakan. Jika dikaji lebih dalam, pembedaan seperti ini merupakan bentuk
tindakan deskriminasi atas buruh. Tuntutan buruh untuk penghapusan sistem kerja
kontrak dan outsourcing ini tidak terlepas dari peranan Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan yang dianggap telah melegalisasi praktek
outsourcing di Indonesia. Hal ini akan kami jelaskan lebih lanjut di bagian
pembahasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar